No.66 Vika Kurniawati
Tokoh: - I Bagus Oka
- Ni Luh
- Dayat
Genre: Romantic, Unseen People,Horror
Rating: Teenager
"Ugh!" Gelas anggur aku geser dengan sekuat tenaga, namun nihil menjadi pecahan di lantai. Sudah tiga kali aku berkonsentrasi, tapi tetap saja jemariku hanya melewati benda di hadapanku. Aku mulai terisak, menjadi roh sangat membuatku marah.
"Sudahlah Tantry, kau harus belajar menahan diri. Duniamu dengan Dayat sudah berbeda, tidak baik memaksakan diri."
Aku membalikkan badan dan mendapati Bli Bagus berbicara secara batin denganku. Kakak dari sahabatku ini memang mempunyai anugerah spiritual dari Dewata. Dialah yang menemaniku menyusuri kehidupan baruku, sebelum waktunya reinkarnasi.
"Hai Bagus, ayo sini minum juice. Kamu harus memberi pendapat tentang lagu yang akan aku nyanyikan." Kulihat idolaku mengambil gelas anggur yang baru, dan menuangkan juice apokat dari teko.
"Oke, tapi lidahku setajam pisau." Bli bagus menerima gelas anggur sambil melirikku. Aku terdiam, dan memutuskan duduk di sofa sebelah Bli. Tanganku selalu gatal untuk mengelus pipi Dayat, dan itu membuat bli bagus kesal. Aku tahu ada binar cinta di matanya sejak diperkenalkan oleh adiknya.
Gerak lincah
Gemulai gayanya
Rambut panjang terurai indah
Senyum manis menghias wajah
Gadis elok pulau Dewata
Terpesona paras cantiknya
Tutur sapa rama ceria
Pancaran wajah sederhana
Dia penari pulau Dewata
Suara gamelan berirama
Beralun iringi geraknya *
Aku sadar senyum terulas di bibirku saat Dayat mendentangkannya dengan gitar. Gadis penari itu pasti diriku, bukankah dia bertemu dan memujiku setelah petunjukan Pendet selesai. Dua hari sebelum aku menjadi roh tentu saja.
"Keren, apa gadis Bali itu nyata?" Wajah Bli Bagus terlihat menyelidik walau tersenyum lebar. Aku memalingkan wajah dari kedua pria tampan di hadapanku.
"Iya, seorang penari cantik yang aku temui setelah pertunjukan Pendet dua hari yang lalu. Tutur kata dan tangan Ni Luh sangat lembut, sangat berbeda dengan kegesitan saat menari. Sayang, dia mengucapkan selamat tinggal pada dunia terlalu dini. Namun anehnya aku merasa dia selalu di dekat, dan mengawasiku dengan tanda merah di keningnya. Bahkan detik ini juga."
Ekor mataku dengan cepat mengikuti sumber suara. Lensa hitam Dayat ditanggalkannya, nanar di tengah kelopak matanya terlihat jelas. "Asisten manajerku mengatakan bahwa Ni Luh meninggal saat tergelincir di tempat latihan."
"Apa dia begitu penting hingga berhak menerima air matamu?" Seketika aku meradang dengan pertanyaan Bli Bagus. Untuk apa dia bertanya hal itu tanpa basa-basi sedikitpun. Air mata adalah rahasia pribadi manusia.
"Iya, saat itu pengeras suara di atas panggung hendak menjatuhinya. Untung saja aku bisa menarik Ni Luh dengan cepat. Entah bagaimana tapi aku merasa dekat dengannya walau baru pertama kali bertemu. Dia bukan Stanzania biasa, begitu menarik. Bayangkan dia yang jago tarian klasik, ternyata menggemari akting dan suaraku."
Sedikit isak membasahi pipiku, ternyata hatiku tidak salah merasakan. Ada ikatan batin tercipta saat kami berjabat tangan, dan bercanda bersama. Binar mata Dayat begitu nyata dan tulus. Bli Bagus tak mengacuhkan isakku, "Kau telah menemuinya baru-baru ini?"
"Belum, besok adalah upacara ngaben keluarganya. Namun besok aku sudah harus pulang ke Madura untuk mengambil kucingku, dan terbang ke konser musikal di Jakarta."
Aku menutup bibirku sebelum menangis lebih keras. Upacara ngaben adalah awal proses reinkarnasiku, dan memoriku akan Dayat tidak terjamin kuingat di kehidupan selanjutnya.
“Eh, kau dengar itu? Suara tangisan." Aku melonjak, dan merasa pucat pasi dengan reaksi idolaku.
"Ah tidak ada, sudah pergi!" Bli Bagus dengan cepat mencondongkan badannya menutupi diriku. Namun aku tahu nada perintah terahkir untukku harus kulakukan. Kaki tanpa alas kulangkahkan dengan cepat, menjauh bahkan menembus dinding kamar hotel. Ketakutan membuat laju lari berlipat-lipat.
"Kau tidak boleh melakukannya lagi. Pertemuan kalian akan menghambat proses reinkarnasi, dan mengikat erat Dayat. Kau sayang padanya bukan? Biarkan memori tentangmu tetap wangi tanpa ketakutan."
Aku melayang, dan menghampiri Bli Bagus yang sudah menyalakan obor di samping pohon cendana. Dia tahu tempatku merenung, maklum sanggar tari ini milik keluarga besarnya. "Bagaimana bisa dia mendengar suaraku? Bagaimana dengan memoriku akan dia, aku belum sempat membalas pertolongannya? Kenapa Bli tidak memikirkanku?"
"Kalau aku tak memikirkanmu, lalu untuk apa aku selalu menemuimu? Energiku sedikit demi sedikit tersedot olehmu." Aku menunduk, Bli Bagus selalu baik sejak pertama kali bertemu. Salah kalau aku meragukannya.
"Dayat punya darah biru, dan kesaktian kakek buyutnya masih tersisa di sumsumnya. Tentang memori akan dia tergantung pencerahan dan karmamu. Jika Dewata mengijinkan tentu kamu akan hidup lagi tak jauh dari Dayat, entah dalam raga apa. Setiap pertemuan bukan peristiwa kebetulan. Besok dia akan datang saat ngabenmu, maskapainya sedikit bermasalah. Gunakan waktu sebaik- baiknya." Aku menangkap kecemburuan pada binar Bli Bagus.
Derit kayu, serta rapalan doa menambah gemetar tubuh rohku. Tanpa raga, ternyata badan rohku masih bisa bereaksi terhadap isi hatiku walau tak berwujud. Papa angkat dari Inggris sudah hadir dibalut baju adat, sungguh mengharukan. Ngaben kali ini diadakan secara bersama oleh beberapa keluarga besar. Disamping kanan kiriku juga berdiri roh- roh pemilik raga yang siap dikremasi. Aura keterikatan begitu kental. Benar kata Bli Bagus, semua di dunia adalah energi, dan api adalah pemutus energi terbaik.
Perlahan aku melihat sosok Dayat, lengkap dengan kacamata hitamnya. Dia memenuhi janjinya ternyata, Dewata sungguh mendengar permohonanku semalam. Bli Bagus menoleh padaku, dengan mengingat pesannya semalam aku merapal permohonan. Sebuah karma baik ingin kulakukan di kehidupan mendatang, dan semua itu kuserahkan pada Dewata. Api mulai menjilati ragaku.
"Aih, kamu punya anak ahkirnya Pussy, cantik sekali. Eh ada tanda merah di kening anakmu."
Aku terkejut saat badanku digendong Dayat, dan suara erangan kucing meluncur dari mulutku.
Sumber inspirasi dan lirik lagu: Love You So Much Bali - STANZA
http://www.kompasiana.com/vika.kurniawati/fiksi-penggemar-rtc-never-ending-love_55f0f08dd893735705895b29
Tokoh: - I Bagus Oka
- Ni Luh
- Dayat
Genre: Romantic, Unseen People,Horror
Rating: Teenager
"Ugh!" Gelas anggur aku geser dengan sekuat tenaga, namun nihil menjadi pecahan di lantai. Sudah tiga kali aku berkonsentrasi, tapi tetap saja jemariku hanya melewati benda di hadapanku. Aku mulai terisak, menjadi roh sangat membuatku marah.
"Sudahlah Tantry, kau harus belajar menahan diri. Duniamu dengan Dayat sudah berbeda, tidak baik memaksakan diri."
Aku membalikkan badan dan mendapati Bli Bagus berbicara secara batin denganku. Kakak dari sahabatku ini memang mempunyai anugerah spiritual dari Dewata. Dialah yang menemaniku menyusuri kehidupan baruku, sebelum waktunya reinkarnasi.
"Hai Bagus, ayo sini minum juice. Kamu harus memberi pendapat tentang lagu yang akan aku nyanyikan." Kulihat idolaku mengambil gelas anggur yang baru, dan menuangkan juice apokat dari teko.
"Oke, tapi lidahku setajam pisau." Bli bagus menerima gelas anggur sambil melirikku. Aku terdiam, dan memutuskan duduk di sofa sebelah Bli. Tanganku selalu gatal untuk mengelus pipi Dayat, dan itu membuat bli bagus kesal. Aku tahu ada binar cinta di matanya sejak diperkenalkan oleh adiknya.
Gerak lincah
Gemulai gayanya
Rambut panjang terurai indah
Senyum manis menghias wajah
Gadis elok pulau Dewata
Terpesona paras cantiknya
Tutur sapa rama ceria
Pancaran wajah sederhana
Dia penari pulau Dewata
Suara gamelan berirama
Beralun iringi geraknya *
Aku sadar senyum terulas di bibirku saat Dayat mendentangkannya dengan gitar. Gadis penari itu pasti diriku, bukankah dia bertemu dan memujiku setelah petunjukan Pendet selesai. Dua hari sebelum aku menjadi roh tentu saja.
"Keren, apa gadis Bali itu nyata?" Wajah Bli Bagus terlihat menyelidik walau tersenyum lebar. Aku memalingkan wajah dari kedua pria tampan di hadapanku.
"Iya, seorang penari cantik yang aku temui setelah pertunjukan Pendet dua hari yang lalu. Tutur kata dan tangan Ni Luh sangat lembut, sangat berbeda dengan kegesitan saat menari. Sayang, dia mengucapkan selamat tinggal pada dunia terlalu dini. Namun anehnya aku merasa dia selalu di dekat, dan mengawasiku dengan tanda merah di keningnya. Bahkan detik ini juga."
Ekor mataku dengan cepat mengikuti sumber suara. Lensa hitam Dayat ditanggalkannya, nanar di tengah kelopak matanya terlihat jelas. "Asisten manajerku mengatakan bahwa Ni Luh meninggal saat tergelincir di tempat latihan."
"Apa dia begitu penting hingga berhak menerima air matamu?" Seketika aku meradang dengan pertanyaan Bli Bagus. Untuk apa dia bertanya hal itu tanpa basa-basi sedikitpun. Air mata adalah rahasia pribadi manusia.
"Iya, saat itu pengeras suara di atas panggung hendak menjatuhinya. Untung saja aku bisa menarik Ni Luh dengan cepat. Entah bagaimana tapi aku merasa dekat dengannya walau baru pertama kali bertemu. Dia bukan Stanzania biasa, begitu menarik. Bayangkan dia yang jago tarian klasik, ternyata menggemari akting dan suaraku."
Sedikit isak membasahi pipiku, ternyata hatiku tidak salah merasakan. Ada ikatan batin tercipta saat kami berjabat tangan, dan bercanda bersama. Binar mata Dayat begitu nyata dan tulus. Bli Bagus tak mengacuhkan isakku, "Kau telah menemuinya baru-baru ini?"
"Belum, besok adalah upacara ngaben keluarganya. Namun besok aku sudah harus pulang ke Madura untuk mengambil kucingku, dan terbang ke konser musikal di Jakarta."
Aku menutup bibirku sebelum menangis lebih keras. Upacara ngaben adalah awal proses reinkarnasiku, dan memoriku akan Dayat tidak terjamin kuingat di kehidupan selanjutnya.
“Eh, kau dengar itu? Suara tangisan." Aku melonjak, dan merasa pucat pasi dengan reaksi idolaku.
"Ah tidak ada, sudah pergi!" Bli Bagus dengan cepat mencondongkan badannya menutupi diriku. Namun aku tahu nada perintah terahkir untukku harus kulakukan. Kaki tanpa alas kulangkahkan dengan cepat, menjauh bahkan menembus dinding kamar hotel. Ketakutan membuat laju lari berlipat-lipat.
"Kau tidak boleh melakukannya lagi. Pertemuan kalian akan menghambat proses reinkarnasi, dan mengikat erat Dayat. Kau sayang padanya bukan? Biarkan memori tentangmu tetap wangi tanpa ketakutan."
Aku melayang, dan menghampiri Bli Bagus yang sudah menyalakan obor di samping pohon cendana. Dia tahu tempatku merenung, maklum sanggar tari ini milik keluarga besarnya. "Bagaimana bisa dia mendengar suaraku? Bagaimana dengan memoriku akan dia, aku belum sempat membalas pertolongannya? Kenapa Bli tidak memikirkanku?"
"Kalau aku tak memikirkanmu, lalu untuk apa aku selalu menemuimu? Energiku sedikit demi sedikit tersedot olehmu." Aku menunduk, Bli Bagus selalu baik sejak pertama kali bertemu. Salah kalau aku meragukannya.
"Dayat punya darah biru, dan kesaktian kakek buyutnya masih tersisa di sumsumnya. Tentang memori akan dia tergantung pencerahan dan karmamu. Jika Dewata mengijinkan tentu kamu akan hidup lagi tak jauh dari Dayat, entah dalam raga apa. Setiap pertemuan bukan peristiwa kebetulan. Besok dia akan datang saat ngabenmu, maskapainya sedikit bermasalah. Gunakan waktu sebaik- baiknya." Aku menangkap kecemburuan pada binar Bli Bagus.
Derit kayu, serta rapalan doa menambah gemetar tubuh rohku. Tanpa raga, ternyata badan rohku masih bisa bereaksi terhadap isi hatiku walau tak berwujud. Papa angkat dari Inggris sudah hadir dibalut baju adat, sungguh mengharukan. Ngaben kali ini diadakan secara bersama oleh beberapa keluarga besar. Disamping kanan kiriku juga berdiri roh- roh pemilik raga yang siap dikremasi. Aura keterikatan begitu kental. Benar kata Bli Bagus, semua di dunia adalah energi, dan api adalah pemutus energi terbaik.
Perlahan aku melihat sosok Dayat, lengkap dengan kacamata hitamnya. Dia memenuhi janjinya ternyata, Dewata sungguh mendengar permohonanku semalam. Bli Bagus menoleh padaku, dengan mengingat pesannya semalam aku merapal permohonan. Sebuah karma baik ingin kulakukan di kehidupan mendatang, dan semua itu kuserahkan pada Dewata. Api mulai menjilati ragaku.
"Aih, kamu punya anak ahkirnya Pussy, cantik sekali. Eh ada tanda merah di kening anakmu."
Aku terkejut saat badanku digendong Dayat, dan suara erangan kucing meluncur dari mulutku.
Sumber inspirasi dan lirik lagu: Love You So Much Bali - STANZA
http://www.kompasiana.com/vika.kurniawati/fiksi-penggemar-rtc-never-ending-love_55f0f08dd893735705895b29